
Sudah 40 hari aku berpisah
dengan ayah dan ibu, menikmati hawa yang tak biasa kurasakan, awal-awal yang
penuh dengan ketidak bahagiaan antara sedih dengan keberadaan dan rindu akan kasih
sayang, rintangan-rintangan dalam memperdalam ilmu tidak semudah dalam menyelesaikan misi dalam permainan banyak
kendala dan butuh kesabaran, 1 minggu setelah di tinggal ibu aku tidak lepas
dari tangisan malam, pembimbing yang begitu perhatian sebagai pengganti ayah
dan ibu senantiasa mencari perhatianku untuk bisa tenang dan mulai menikmati
keberadaan ku disini berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dalam kesepian dan
berjuang dalam kemandirian, inilah aku yang diajarkan mandiri sajek dini, 2
minggu sudah mulai berhenti dari tangisan malam
sudah menikmati indahnya pertamanan dalam 1 ruang dan 1 halaman
menikmati kegiatan pembelajaran dan bermain dihalaman, main kelereng main bola
dan main-main yang lainnya seperti anak biasanya tetap kurasakan, di minggu ke 3,
allah memberikan kenikmatan cintanya lewat rasa sakit yang menimpa diriku,
mulai merasakan ujian kesabaran dalam hidup jauh dari kedua orang tua yang
biasanya ada yang memperhatikan kini tidak ada yang memperhatikan, 2 hari aku
tergeletak di kamar merasakan sakit dan rindu akan kasih sayang, kesadaran diri
pada diriku mulai terbuka, betapa banyak dosanya diriku menyianyiakan kasih
sayang dengan kenakalan-kenakalan yang aku perbuat selama dekat dengan mereka,
kini sudah mulai terasa ketika sudah jauh dari orang tua, aku haus dengan kasih
sayang.
3 malam mendekati 40 hari
aku di pondok waktu yang sudah mulai diberikan kesempatan untuk para wali
santri atau orang tua untuk menjenguk anaknya. Aku mengalama rasa sakit yang
tidak mampu tertahan dan membuat rasa takut mulai terkalahkan dengan ujian
keberanian yang tidak bisa di diamkan karena jika aku diam semua akan merusak
citraku sebagai santri yang sudah tahu apa yang harus di perbuat.
Aku mengalami sakit perut
yang membuatku tidak nyaman dan meresahkan setiap malam, disetiap malam
tepatnya pukul jam 1.00 malam aku dibangunkan dengan rasa sakit yang tidak bisa
di tahan ingin rasanya mengeluarkan rasa sakitku di tempat tapi bahaya nanti
bisa di permasalahkan oleh teman-temanku, antara rasa takut dan kesakitan, aku
tidak nyaman untuk membangunkan pembimbingku untuk mengantarkanku ke kamar
mandi, kuberanikan diriku keluar kamar, astaga aku merasakan detak jantung yang
berdebar-debar, aku takut untuk berangkar ke kamar mandi yang letaknya jauh
dari kamar tempat tidurku sekitar 20 meter untuk kamar mandi tata letaknya
sangat menyeramkan dekat dengan pepohonan besar dan di sebelah batas tembok
pagar pondok ada kuburan, rasa takutku mulai semakin tinggi, sedangkan perut
tak mampu tertahan lagi ingin rasanya mengeluarkan, aku bingung antara
mengeluarkan saja dan basah di celanaku dan bingung akan taruh dimana celana
bekas kotoranku. Dan akhirnya aku berlari menuju kamar mandi dan menghiraukan
apa yang akan terjadi.
Ah, lega sekali rasanya
telah mengeluarkan kotoran yang meresahkanku berjam-jam sampai tidak bisa
tertidur, aku masih dalam kondisi ketakutan di dalam kamar mandi, lagi-lagi
jantungku berdebar untuk tetap bertahan dalam menembus keberanian, akhirnya aku
kembali dengan tenang kekamar untuk melanjutkan tidurku, rasa sakit mulai
kambuh lagi setiap 30 menit berhenti, sehingga sudah 4 kali aku bolak balik ke
kamar mandi. Permasalahan pertama di pondok yang membuatku tak ingin lagi
meneruskan untuk mondok dan ingin pulang,
***
Subuh menghembuskan
nafasnya, angin dingin mengalir meterjel daun-daun yang rontok disekitar
halaman pesantren, suasa masjid pesantren sudah diramaikan dengan santri-santri
memulai menyegarkan diri dengan olahraga yang mampu menyempurnakan kesehatan
jiwa dan raga yang tertuntun dalam kitab sang pemberi kesehatan apalagi kalau
bukan sholat.
Setelah santri menunaikan
ibadah sholat shubuh berjamaah, melanjutkan aktifitas berikutnya ada yang mengaji al qur’an dan ada juga yang
mengaji kitab kuning, setelah waktu pukul 6.00 pagi semua santri bergegas untuk
mandi kemudian berangkat kesekolah umumnya.
Pondok pesantren
mamba’unnur tidak memiliki gedung dan sekolah umum sendiri, setiap santri masih
harus menempuh perjalanan sekitar 1km untuk kesekolah umumnya jarak yang cukup
jauh bagi saya yang tidak biasa berjalan kaki menuju sekolah dengan sejauh ini,
sungguh pengalaman yang memberikan pengalaman tersendiri bagi saya pribadi,
anak kecil yang umur sembilan tahun, jauh dengan orangtua sudah melatih
kemandiriannya, aktifitas sekolah mulai kami lakukan tidak jauh berbeda dengan
dimana aku sekolah dulu, ada upacara setiap senin ada pembelajaran disetiap
jamnya dan matapelajaranpun tidak jauh berbeda hanya berbeda sedikit yaitu
tentang ilmu agamanya karena beground sekolah saya dulu sebelum mondok disini
madrasah ibtidaiyah sedangkan ketika saya mondok masuk ke sekolah dasar.
Waktu sudah menandakan
pukul 12.00 siang pertanda kami sudah akan pulang, guru menyarankan untuk
merapihkan segalam macam peralatan belajarnya, buku pulpen dan lain sebagainya,
sambut salam guru sebagai penutup akhir pembelajaran, assalamualaiku
warahmatullahi wabarokatuh.
Dalam perjalanan aldi
memikirkan kedua orangtuanya, sekarang sudah 40 hari aku di pondok seharusnya
ibu dan ayah menjengukku yang pertamakalinya, aldi pulang bersama 2 temennya
dan ijlal adik ipar , 2 temen aldi sudah di jemput orangtuanya di setengah
perjalanan menuju pondok, mereka mendahului kami bersama ayah ibunya yang telah
menjenguknya, saya dan ijlal mengeluh dalam hati di setiap perjalanan
memikirkan kapan kedatangan ayah dan ibunya, antara menjenguk dan tidak.
Setelah sampai ke pintu masuk pondok, aldi kaget antara gembira dan sedih
ketika melihat ayah dan ibunya dari jarak kejauhan sekitar 50 meter berdiri
menunggu saya didepan kamar, sontak aku berlari kencang kemudian melompot di
pelukan ayah, dan menangis.
“yah aku kangen, ibu aku
kangen, aku pengen pulang tidak mondok lagi, aku gak betah di pondok ibu, tidak
enak aku pengen di rumah aja, pulang bu yah ayo pulang.
Ibu dan ayah tersentuh
kaget melihat kondisi aldi yang menangis ingin pulang, lagi-lagi ayah dan ibu
meneteskan airmatanya tak tega melihat kesedihan aldi, dan di tambah dengan
cerita kondisi aldi selama seminggu ini, ibu tak kuat menahan air matanya tak
tega dengan kondisi yang diderita di awal mondoknya, ayah yang terlihat kuat
dan jarang menangis kini melelehkan air mata kesekian kalinya,
“Aldi yang kuat ya nak ya, kamu anak pintar pemberani,
insyallah semua bisa di hadapi sama aldi, semangat ya le, jadilah anak yang
sholeh dan bisa membanggakan ayah dan ibu” ungkap ayah aldi sambil mengusap air
mata yang terus menetes di mata aldi.Lanjutan di tunggu yang ke 14 sampai selesai nya buku novel ilustrasi cinta design tuhan
kami akan post sampai aldi menemukan cinta dibalik ilustrasi cinta design tuhan.
terimakasih
No comments:
Post a Comment
Terimakasih